MARI BELAJAR 1

"Bagaimana kamu membuktikan bahwa pendapatmu itu benar?," saya tanya ke seorang teman tentang dasar keyakinannya. "Karena yang lain salah!" jawab teman tersebut. Mungkin jawaban tersebut tidak nyambung dengan pertanyaannya. Namun bila kita cermati ada beberapa versi lain dari jawaban tersebut. Misalnya: 1. Ada banyak yang mengikutinya; 2. Ada tokoh A, tokoh B yang mendukungnya; 3. Ada lembaga besar yang mengakuinya; 4. Terbukti dalam pengalaman hidupku.

Jawaban-jawaban tersebut tidaklah salah sepenuhnya. Namun bila dasar pembenaran suatu keyakinan bukan dari sumber keyakinan itu sendiri, maka setidaknya ada dua persoalan yang muncul. Pertama, kebenaran suatu keyakinan akhirnya bersifat kondisional dan situasional; dan kedua, sumber keyakinan tersebut tidak memiliki argumentasi yang memadai untuk membuktikan kebenarannya.

Membuktikan kebenaran suatu keyakinan bukanlah hal yang mudah. Apalagi bila kita menyampaikan kepada orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Dalam upaya menyampaikan kebenaran keyakinan, misalnya, kepada teman yang seiman namun yang berbeda denominasi dengan kita, ada cenderungan menyederhanakan keyakinan kita justru dengan jawaban-jawaban atau respon-respon kita terhadap suatu perbedaan "prinsip." Jawaban dan respon di atas, misalnya, memperlihatkan kedangkalan keyakinan kita. Selain itu, pembuktian kebenaran keyakinan itu cenderung kita lakukan dengan mencari kekurangan dalam keyakinan teman kita berdasarkan perspektif keyakinan kita - dan celakanya hal itu lebih mengarah ke hal-hal eksternal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Identitas Diri Orang Percaya Dalam Dunia Digital

MARI BELAJAR 2

The Best Intelectual (5)